Misalanya tentang tradisi pernikahan di sini. Kalau untuk masalah 'membeli' calon pengantin itu sudah tidak lagi membuat saya heran karena banyak juga terjadi di tempat lain walaupun saya tidak setuju dengan tradisi seperti itu. Tapi yang berbeda antara tradisi di Lampung dengan di tempat lain, adalah tradisi membawa lari anak gadis orang.
Biasanya keluarga dari pihak mempelai wanita mematok harga apabila anak gadisnya akan dilamar. Kecantikan, status sosial, dan pendidikan menjadi faktor penentu harga. Semakin cantik, semakin tinggi status sosialnya, dan semakin tinggi jenjang pendidikannya membuat 'harga'-nya semakin melambung tinggi. Dan pihak keluarga si gadis pun dengan sangat bangga bisa mengajukan harga tersebut, meninggalkan sang calon mempelai pria kebingungan mencari modal.
Hal ini terjadi pada seorang karyawan di kantor saya, sebut saja namanya Armando (berasa telenovela..). Karena suatu hal dia dipaksa untuk menikahi gadis idamannya (bukan gara-gara MBA kok). Nah, yang jadi permasalahnnya adalah keluarga sang gadis meng-'harga'-i anak gadis mereka dengan harga yang cukup tinggi. Dengan pendapatan Armando yang tidak besar, pusinglah dia.
Tapi ternyata menurut adat Lampung, ada jalan lain jika calon mempelai pria tidak sanggup untuk menggenapi permintaan keluarga sang gadis. Caranya adalah dengan membawa lari si gadis. What??!
Saya tidak mengerti asal muasal tradisi ini, tapi yang jelas tradisi ini memang ada. Bahkan si Armando ini berhasil menculik si gadis--kita sebut saja Marisol--dan kini Marisol tinggal di rumah Armando sampai mereka menikah nanti (beda kamar tentunya). Dan akibat tradisi ini juga, pihak keluarga si gadis tidak menuntut atau melaporkan pada pihak berwajib tentang penculikan anak gadis mereka. Tradisi yang unik.
Ternyata tidak berhenti di situ saja. Setelah acara penculikan berhasil pun kedua belah pihak keluarga masih harus bernegosiasi soal 'harga' lagi yang berbeda kini pihak calon mempelai pria lah lebih di atas angin. Bahkan ada tradisi yang mematok angka 24 sebagai kelipatan pembayaran. Jadi sang calon mempelai pria boleh membayar misalnya 2400, 240 ribu, 2juta 4ratus ribu, dan seterusnya asalkan mengandung angka 24 dalam jumlahnya.
Setiap tempat memang memberlakukan tradisi masing-masing. Suatu hukum adat yang tidak tertulis tapi jauh lebih mengikat daripada hukum suatu negara. Memang tali kekang tradisi kini sudah mulai melonggar akibat modernitas. Tapi untuk di daerah-daerah tertentu yang belum terjamah oleh modernitas, tradisi inilah yang menjadi tonggak hukum mereka.