The Wedding Day  

Posted by doedoedoe in , ,

Jantungku berdebar kencang. Inilah saatnya. Saat yang aku tunggu-tunggu. Saat yang membuatku sempat stress saat mempersiapkannya. Kau dan akau akan menjadi satu hari ini. Dua jadi satu. Aku. Kamu. Kita.

Aku memeriksa gaun putih dengan potongan minimalis yang aku kenakan. Kuperiksa jalinan rapih rambutku. Sehelai kerudung putih terselipkan pada rambutku dan menjuntai ke lantai. Sempurna, saat melihat bayanganku yang terpantul di cermin.

Aku berjalan perlahan menuju altar, di sana pangeranku sudah menunggu. Dia tampak sangat tampan dan gagah dalam balutan tuxedo hitam. Dua sahabat terbaikku, yang kudaulat sebagai pengiring pengantin berjalan anggun di depanku. Sayang sekali ayah dan ibu tidak dapat melihat prosesi ini. Tapi aku yakin mereka sedang menyaksikan dan bahagia di atas sana.
Kami berdua mengikrarkan janji pernikahan kami masing-masing. Puisi yang sangat indah mengalun dari bibirnya. Menyesaki ruang hatiku, membuat bulir air mata tak dapat dibendung. Ini adalah air mata super bahagia.

Dia mendaratkan ciuman lembut di bibirku. Seketika aku merasakan ada sepasang sayap yang tumbuh di punggungku. Aku terbang. Melayang dalam luapan kebahagiaan.

Ah, sudahlah. Saatnya bangun dari hayalan ini. Cangkir kopi di hadapanku juga sudah kosong. Saatnya menghadapai realita dunia. Ayo giat mencari sosok nyata pangeran dalam hayalanku tadi. Ups, sudah jam satu siang. Jam istirahatku sudah habis.

Rumah Idaman  

Posted by doedoedoe in , ,

"Nanti kalau kita uda nikah, kamu mau punya anak berapa?"
"Dua aja cukup ah, kan ngikutin anjuran pemerintah."
"Kalau cuma dua pasti kurang rame. Minimal empat lah."
"Jangan gegabah. Anak itu titipan Tuhan. Jangan punya anak terlalu banyak, tapi malah kita gak bisa ngurusnya."
"Aku yakin kalau mereka punya Ibu kayak kamu, mereka pasti gak bakalan telantar. Aku yakin kita berdua pasti bisa ngurus anak-anak kita dengan baik."
"Ya, tapi dua aja dulu. Kalau uda gede-gede baru nambah lagi."
"Siap! Terus nanti kamu mau punya rumah kaya gimana?"
"Aku mau punya rumah yang bagus. Gayanya minimalis, halamannya luas jadi anak-anak kita nanti bisa puas maen di halaman rumah."
"Terus apa lagi?"
"Aku juga ingin ada kolam renangnya ya. Terus kita ajarin berenang anak-anak kita. Pasti seneng banget tuh."
Mereka berdua tertawa terbawa imaji bersama.
***
5 tahun kemudian...
"Sayang, aku minta maaf ya."
"Minta maaf untuk apa?"
"Minta maaf karena aku gagal wujudin impian kamu tentang rumah idaman. Rumah yang besar, dengan halaman luas dan kolam renang."
"Kamu gak gagal. Sama sekali gak gagal. Kamu uda buatin aku rumah yang besar banget. Jauh lebih besar dari yang aku idamkan."
"Sebuah rumah tipe 21 bukan idaman kamu sayang. Aku masih ingat benar rumah idaman kamu seperti apa."
"Rumahku ada di sini." Sang istri meletakan tangan kanannya pada dada kiri suaminya. "Hatimu cukup besar untuk menampung aku dan anak-anak kita. Hatimu bahkan sangat besar untuk menampung cinta dan kasih sayang yang selalu kamu berikan untuk kami. Hatimu menyediakan segala hal yang aku dan anak-anak perlukan. Kami puas bermain dengan segala perhatian dan kasih sayang yang kamu hembuskan seiring dengan setiap hembusan nafasmu. Kami puas berenang dalam lautan cintamu yang tak berujung. Kamu telah memberikan kami kenyamanan yang tidak terhingga sayang. Jangan pernah menyebut kamu gagal. Kamu berhasil. Sangat berhasil." Lanjut sang istri.
Sang suami tersenyum mendengar perkataan istrinya.
"Si Kembar lapar, aku buatkan mereka makanan dulu ya." Sang istri mencium pipi suaminya dan berjalan menuju dapur.

Gelombang Otak  

Posted by doedoedoe in , ,

Aku selalu cinta hujan. Bagiku suara gaduh hujan merupakan salah satu simfoni terindah, ditambah dengan semerbak wangi tanah basah. Indah. Aku suka saat percikan air hujan yang pecah menabrak suatu permukaan dan butir-butir halusnya menyentuh kulitku. Segar.
Seperti sekarang, aku duduk di sebuah kafe memandang hujan berteman secangkir teh aroma peach yang mengepul dan berbatang-batang Dunhill Menthol Lights yang jauh mengalahkan kepulan teh, Aku memejamkan mata lalu menghirup dalam-dalam wangi hujan. Tiba-tiba ada bau itu. Bau yang dulu sangat aku hafal. Aku segera melihat berkeliling, mencari sumber bau itu.
Mataku menangkap sosok itu. Sosok si pemilik bau. Aku memanggil namanya dalam hati dan kusalurkan ke otak. Seketika dia melihatku. Ternyata setelah sekian lama ini, frekuensi otak kami masih tidak berbeda jauh. Aku tersenyum. Dia membalas. Dia menghampiri.
"Kursi ini kosong?" Dia bertanya.
"Tidak. Ada orangnya." Aku menjawab.
"Hmm, siapa kira-kira orang beruntung yang duduk di kursi ini?" Dia kembali bertanya.
"Kamu." Jawabku santai.
Tertawa kami meledak menyaingi alunan simfoni hujan. Tanpa aba-aba, obrolan kami melesat. Mengejar tiap frame waktu yang terlewat.
"Hmm, udah lama juga ya. Dua tahun." Dia berkata.
"Dua tahun dua bulan tiga belas hari." Koreksiku.
"Si Nona Detail kembali beraksi. Gak cape ya harus detail gitu terus?" Oloknya.
"Lebih cape ngadepin kamu kali." Jawabku santai sambil menghembuskan asap dari bibirku.
"Curcol alert! Curcol alert!" Tawanya kembali meledak. Tawa yang sempat mewarnai hari-hariku. Dulu.
"Masih suka ujan?" Dia kembali bertanya sesaat setelah menenggak kopi hitam dengan sedikit gula. Kesukaanya masih belum berubah.
"Banget. Walaupun dulu sempet sedih pas hujan, bukan berarti aku jadi benci hujan." Aku memeletkan lidah, mengoloknya.
"Wah, mau dibahas nih jadinya soal yang dulu?"
"Soalnya kamu jahat dulu. Udah tau aku suka hujan, malah kamu mutusin aku pas hujan. Mau bikin aku trauma sama hujan ya?"
"Gak gitu lah. Itu pas kebeneran aja hujan."
"Sampe sekarang aku masih ngerasa kamu gak jujur sepenuhnya sama aku soal alesan kamu mutusin aku. Bukannya aku bilang kalau kamu bohong soal belajar, butuh waktu sendiri sama lain-lainnya itu. Tapi kaya ada sesuatu yang kamu gak masukin di list alesan mutusin dulu itu." Aku memicingkan mata, mencoba menginterogasi dengan canda.
"Percuma dong kalau dari dulu kita terkenal jadi pasangan dengan gelombang otak yang hampir sama kalau kamu gak bisa jawab sendiri pertanyaan kamu tadi." Senyumnya penuh arti.
"Kayanya kita harus lebih sering deh ngobrol-ngobrol kaya gini. Set the schedule?" Aku bertanya.
"Sure. We should."
Seorang pria menghampiri kami berdua.
"Well, gadis manis, aku duluan. Nanti kamu kasih kabar aja kapan kita ketemu lagi ya. Eh, by the way, kenalin ini Indra. Indra, Isabel. Isabel, Indra."
Setelah berpamitan, dia bersiap pergi meninggalkanku. Sebelum pergi dia sempat berkata sedikit berbisik.
"Kalau memang gelombang otak kita masih sama, kamu sekarang ini pasti sudah tahu alasan utama kenapa aku mutusin kamu waktu itu." Senyum tersirat di wajahnya. Lalu pergi meninggalkanku.
Aku tiba-tiba tertegun melihatnya, juga temannya. Dan akupun tertawa.

Di Tengah Tumpukan Hadiah  

Posted by doedoedoe in , ,

Aku duduk lesu di tengah tumpukan bingkisan di kamarku. Paling tidak ada sekitar 200 bingkisan di sekitarku. Seharusnya semua bingkisan ini untukku. Seharusnya besok aku membuka bingkisan ini satu per satu, bersamamu. Berdua.
Tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi, jauh dari nyata. Kamu menghancurkan impianku. Kamu menghancurkan segalanya. Kamu baru saja menghancurkan harga diriku menjadi hanya serpihan debu. Kamu. Kamu. Kamu. Mengapa aku tidak dapat membuangmu dari pikiranku semudah membalikan telapak tangan?
Kini semua bingkisan ini harus kukembalikan ke setiap orang yang memberikannya. Capek tau. Atau mungkin lebih baik aku kirim saja semua ke rumahmu. Biar kau saja mengembalikan ke masing-masing pengirimnya. Toh, ini semua juga gara-gara kamu. Setidaknya kamu akan punya sedikit tanggung jawab. Bukan hanya bisa membatalkan pernikahan pada hari H-nya saja.
Betul, aku kirimkan saja semua ini ke rumahmu. Selamat bekerja keras sayang.
Bandung, 9/10/11 - (Seharusnya) Kamar Pengantin, di tengah tumpukan hadiah

Dari Balik Jendela  

Posted by doedoedoe in , ,

Hari ini kamu menggunakan kemeja berwarna biru terang. Eh, kamu baru potong rambut ya? Potongannya rapi, bagus. Kamu terlihat makin tampan. Pagi sekali kamu pergi ke kantor hari ini. Tumben. Apakah ada meeting di kantor? Selamat jalan, hati-hati ya. Semoga semua pekerjaanmu lancar hari ini. Doaku selalu menyertaimu.
***
Wah, malam ini kamu pulang cukup larut. Wajahmu juga terlihat sangat lelah. Apakah ada masalah di kantormu hari ini? Segeralah istirahat, agar besok kamu kembali segar dan senyum manis itu kembali bertengger di wajahmu. Selamat tidur. Doaku selalu menyertaimu.
***
Akhirnya aku dapat melihatmu lagi, sudah berhari-hari kamu tidak pulang. Sepertinya kamu sedang ada pekerjaan di luar kota ya? Wajahmu juga tampak lelah. Oh, andaikan aku dapat menuju tempatmu, membuatkanmu secangkir teh manis hangat untuk meringankan sedikit penatmu. Selamat istirahat. Doaku selalu menyertaimu.
***
Siapa wanita yang kau bawa itu? Dia cantik. Mengapa dia merangkulkan tangannya di tanganmu? Apakah dia teman kerjamu? Aku tidak suka dia.
***
Kenapa kamu sering membawa wanita itu ke rumahmu? Apakah dia kekasihmu? Kamu selalu tampak bahagia apabila dia berada dekat kamu. Dia tidak pantas untukmu. Aku bisa membuatmu jauh lebih bahagia. Aku jauh lebih baik darinya. Tapi aku terjebak di sini. Di kamar ini. Aku hanya bisa mengamatimu. Andai kamu tahu aku ada di sini, setiap saat memperhatikanmu. Sedih memang, tapi kamu pasti tahu kalau doaku selalu menyertaimu. Selamat berbahagia pangeranku.
***
Ryo selalu merasa ada yang memperhatikannya saat dia ada di luar rumahnya. Dia melihat ke sekeliling, mencari sesuatu yang dia pun tidak tahu apa. Matanya terhenti pada salah satu jendela di lantai dua, di sebuah rumah yang sudah lama kosong tepat di depan rumahnya. Gelap, kosong, tidak ada siapapun. Tiba-tiba buku kuduknya merinding.

SMS  

Posted by doedoedoe in , ,

Kamu kemana aja sih? Udah seminggu ini aku ga denger kabar dari kamu. Bales ya. Please.
sent 22/09/2009 - 18:21

Angkat telp nya dong. Kamu knp? Apa aku punya salah sama kamu?
sent 22/09/2009 - 22:05

Babe, kamu dimana? Aku butuh kamu. Please jgn gini ke aku dong. Bales ato angkat telp aku
sent 23/09/2009 - 08:11

Aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu. Tapi sengganya kita omongin masalahnya. Jgn bikin aku prasangaka macem2
sent 23/09/2009 - 09:01


Sorry bgt. Aku baru bisa bales sms kamu. Aku lg ada masalah skr. Tlg jgn telp aku dulu. Please ngertiin aku skali ini
sent 23/09/2009 - 12:32

Kamu knp? Masalah apa babe? Kamu dmna skr? Mungkin aku bisa bantu
sent 23/09/2009 - 12:33

Aku khawatir sama kamu. Kamu dmna? Bisa ketemu?
sent 23/09/2009 - 15:42

Babe. Aku kangen. Aku khawatir. Plase jgn kaya gini. Aku sayang kamu.
sent 23/09/2009 - 18:01

Maaf. Aku rasa kita cukup sampe dsini dulu. Aku utk skr ga bisa nglanjutin hubungan ini. Aku bner2 minta maaf sama kamu. Aku jg masih syg kamu. Cuma keadaan skr lg kacau bgt. Aku bner2 lg butuh sendiri. Aku mohon kamu bisa ngerti. Tolong maafin aku.
sent 23/09/2009 - 18:12

Babe, tlg angkat telp aku. Jgn kaya gini caranya. Aku ga siap kalo hrs keilangan kamu skr. Please, aku pgn ngomong sama kamu.
sent 23/09/2009 - 18:16

Aku ga bisa nerima telp dr kamu. Denger suara kamu bkalan bkin aku makin berat ngambil kputusan ini. Maafin aku. Masalahnya ada di aku. Maafin aku.
sent 23/09/2009 - 18:19

Jgn kaya gini. Aku mohon sama kamu. Knp tiba-tiba kaya gini?
sent 23/09/2009 - 18:21

Seorang pria duduk tertunduk melihat layar handphone-nya. Dia menghapus pesan terakhir yang dia terima dan mematikan handphone-nya. Dia memegang tangan seorang wanita yang sedang terlelap di sampingnya. Wajahnya tampak lelah setelah perjuangan berat dini hari ini. Seorang pejuang. Seorang ibu yang baru saja melahirkan anak pertamanya.

Telur Dadar Cinta  

Posted by doedoedoe in , ,

2 butir telur ayam, kocok
Sedikit irisan smoke beef
Sedikit irisan bawang bombay
Tambahkan agak banyak keju
Beri irisan paprika hijau untuk mempercantik
Tambah garam dan merica

Siapkan wajan anti lengket
Beri sedikit mentega
Goreng telur hingga matang
Sajikan di piring dengan salad segar

Terakhir, tambahkan perhatian, pelukan dan berton-ton cinta. Maka jadilah menu sarapan telur dadar sempurna pagi ini.
Aku membuka pintu kamar, "Saatnya sarapan sayang. Aku buatin kamu telur dadar cinta."
Seperti biasa, pagi ini pandangan kosongnya tertuju ke jendela yang kubiarkan terbuka, mempersilahkan matahari pagi datang bertamu. Aku duduk di tempat tidur, di sampingnya.
"Kamu pasti suka telur dadar buatan aku ini. Ada sejuta rasa pelukan di dalamnya. Dan yang pasti ada cinta. Yuk, makan sayang." Aku mendekatkan potongan telur dadar ke bibirnya.
Mata kosongnya memandangku saat dia membuka mulut. Aku tahu dia ada di dalam sana. Terperangkap. Aku akan menunggunya di sini. Kapanpun kau siap sayang.

Murid Spesialku  

Posted by doedoedoe in ,

Tempat yang paling indah, hanya taman kami
Tempat bermain juga belajar
Tempat yang paling indah hanya taman kami

Lagu itu menjadi semacam soundtrack hidupku selama 3 tahun terakhir ini. Ya, aku adalah seorang guru di sebuah Taman Kanak-Kanak tidak jauh dari rumahku. Aku sangat cinta anak kecil -walaupun aku sampai sekarang belum memiliki anak kecilku sendiri di rumah-, maka tempat ini adalah surga bagiku.
Total murid yang kuajar dalam kelasku tahun ini adalah 17 orang. Mari aku perkenalkan dengan beberapa murid spesialku.

Maroon
Namanya Maroon, warna kesukaanku. Dia adalah tipe periang dan banci tampil di kelas. Gerak-geriknya mengundang tawa. Badut kelas dan disukai seluruh temannya. Tapi ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Ada sesuatu yang ditutupi olehnya. Kadang aku melihatnya duduk sendiri di pojok ruangan, menuliskan sesuatu pada buku kecil yang selalu dia bawa di saku celananya. Entah apa yang dia tulis.

Delima
Meet Delima, namanya seperti buah favoritku. Anak pintar dan kritis ini seperti orang dewasa yang terperangkap dalam tubuh anak kecil. Pernah suatu hari dia datang padaku membawa buku Agatha Christie berjudul Sepuluh Anak Negro. 
"Ibu harus baca buku ini, salah satu buku favoritku." katanya. Anak kecil berumur 5 tahun sudah membaca buku Agatha Christie? 
"Ini bukan buku yang cocok untuk dibaca anak seumurmu sayang. Isinya tentang pembunuhan kan?" Aku berkata padanya.
"Ah, Ibu. Jangan hanya melihat pada sisi pembunuhannya saja. Tapi coba lihat dari kepiawaian penulisnya membuat sebuah jalan cerita yang membuat pembacanya seperti ada dalam dunia teka-teki. Bikin kita penasaran. Dan Ibu tau kan kalau aku orang yang sangat penasaran." Dia menjawab. Aku tersenyum masam.
Dan kemarin dia membawakan aku buku Dunia Sophie -_-".

Panji
Yang terakhir dalam list spesialku adalah Panji. Anak pemurung dan kurang senang bergaul dengan teman-teman di sekitarnya. Dia selalu memisahkan diri dan duduk di pojok ruangan ketika yang lain sedang asyik bermain. Dia hanya mengamati, tanpa pernah ikut bergabung. Berkali-kali dia kuajak untuk bergabung, tapi sepertinya di selalu di kelilingi oleh tembok tak kasat mata dan tak menggubris sedikitpun ajakanku.
Beberapa kali aku melihat Panji seperti sedang berbicara sendiri di pojok ruangan kelas. Setiap aku tanya, dia selalu menjawab kalau dia sedang berbicara sendiri dan dia akan langsung pergi meninggalkanku. Eh, Panji ini adalah rival sejati Delima dalam hal pelajaran.

Siang ini terasa sangat melelahkan. Tadi Panji tiba-tiba berteriak ketika anak-anak lain sedang bermain di dalam kelas.
"Kamu jahat Andrew, jahat! Jangan pergi!" teriak Panji berulang-ulang.
Butuh waktu lama untuk bisa membuatnya tenang. Siapa pula Andrew? Tidak ada satupun muridku bernama Andrew. Saat dia sudah agak tenang, aku bertanya padanya siapa itu Andrew. Jawabannya membuatku terkejut.
"Dia temanku, aku tahu Ibu dan yang lain tidak bisa melihatnya. Tapi aku bisa, dia ada. Dan sekarang dia sudah pergi." jawab Panji sambil menangis memelukku.
................................

*cerita ini adalah sedikit penggalan dari cerita panjang yang sedang saya coba tulis, tunggu versi panjangnya ya :)*

Hilang  

Posted by doedoedoe in ,


Hilang.
Kamu pergi, mencuri pandanganku. Kini aku buta, tak sadari warna dunia.

Hilang.

Kamu pergi, merebut pendengaranku. Kini aku tuli, tak nikmati musik semesta.

Hilang.

Kamu pergi, membawa akalku serta. Kini aku duduk terdiam, tidak indahkan dunia.

Hilang.

Kemana kamu pergi? Aku mencari dalam belukar hati. Yang ada hanya aku, sendiri.

Hilang.

Dunia membias. Semesta memudar. Terperosok dalam pekat.

Hilang.
Aku. Tanpa kamu.

Milikku Selamanya  

Posted by doedoedoe in , ,


"Ayo semuanya dateng ke acara #socmedfest di FX malem ini ya"
Itu isi status terbarunya. Berarti dia ada di acara festival media sosial yang akan diadakan malam ini. Aku harus datang juga, aku harus melihatnya, harus bertemu dengannya.
Status-statusnya selalu mewarnai timelineku, hariku, dan hidupku. Setiap statusnya pasti kubaca, sebisa mungkin aku me-reply atau me-retweet apa yang dia tulis. Dengan begitu aku selalu tahu dimana dan apa yang sedang dia lakukan. Pujaanku.
Aku tahu kapan ulang tahunnya, aku tahu lingkaran pertemanannya, aku tahu keadaan keluarganya, aku tahu hobbynya, aku tahu makanan kesukaannya, dan bahkan aku bisa menyebutkan lengkap semua hal tadi tanpa melihat catatan. Gadis impianku.
Aku akan mendoakan apabila kulihat status sedihnya membanjiri timelineku. Aku akan ikut tertawa bahagia saat timelineku dipenuhi status kebahagiaannya. Dia mungkin tidak tahu aku, tapi aku sangat-sangat mengenal dia. Bidadariku.
Aku menyimpan semua foto yang pernah dia gunakan sebagai avatarnya. Aku menyimpannya dalam folder "Gadisku" dalam laptopku. Sebuah folder bersandi dimana hanya akulah yang dapat membukanya. Hanya aku yang dapat menikmatinya. Belahan jiwaku.
Malam ini adalah malam yang sangat spesial. Aku memutuskan akan bertemu dengannya malam ini. Aku mau dia menjadi milikku malam ini. Milikku selamanya.
***
Itu dia, pujaanku, impianku, bidadariku, belahan jiwaku. Milikku.
Dia sangat cantik mengenakan t-shirt berwarna merah itu. Auranya benar-benar terpancar. Dia sedang bercengkrama dengan teman-temannya. Senyumnya sangat cantik Tuhan.
Jantungku berdebar tak karuan. Keringat mulai membanjiri telapak tanganku yang sedari tadi kukepal. Aku tidak berani mendekatinya. Aku tidak sepadan dengannya. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh.
Aku terus memperhatikan dan mengikuti arah langkahnya. Sepertinya dia masih juga belum menyadari kehadirannya. Tapi tidak apa, selama aku bisa terus menikmati keberadaanya di dekatku. Aku berada dalam satu ruangannya dengannya. Itu sudah sangat cukup bagiku.
Aku mengikutinya keluar gedung, melihatnya saat dia masuk ke dalam sebuah taksi. Entah apa yang terjadi, ketika itupula aku menyetop senuah taksi dan mengikutinya. Taksi yang dia tumpangi berhenti di depan sebuah gang, taksiku berhenti agak jauh. Aku turun dan mengejarnya.
"Rika!" tiba-tiba aku memanggil namanya. Bodoh, mengapa aku memanggilnya?
Gadis pujaanku berbalik. Memandangku. Ada sedikit raut ketakutan di mukanya.
"Maaf. Sa-ya, sa-ya." Setiap kata yang keluar dari mulutku terbata-bata. Aku makin mendekati tempatnya berdiri. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun. Wajahnya makin bertanya-tanya bercampur takut. Dia segera mebalikan badannya, tanda akan pergi.
Aku mengejarnya, memegang tangannya. Seketika itu dia berteriak. Aku panik, mengapa dia berteriak? Aku bukan orang jahat yang harus ditakuti. Tiba-tiba aku membekap mulutnya, mencegahnya untuk terus berteriak dan mengundang perhatian banyak orang. Dia bukan untuk diperhatiakan orang lain. Hanya akulah orang yang boleh memperhatikannya.
Aku terus membekap mulutnya sambil menahan tubuhnya untuk berontak.
"Tenang, saya bukan orang jahat. Saya ada di sini untuk kamu." Aku berbisik di telinganya.
"Mulai sekarang kita akan bersama. Saya janji akan mebahagiakan kamu. Dan saya yakin kamu akan bahagia. Saya tahu itu." Bisikku lagi.
Akhirnya, aku dan dia dapat bersama. Aku bahagia dan aku tahu begitupun dengan dia.

Perkenalan Terindah  

Posted by doedoedoe in , ,


Pernahkan kalian merasa berdiri di titik terendah dalam hidup kalian? Aku pernah. Saat aku diberhentikan pada saat aku berada di puncak karirku. Saat istri dan anak-anakku meninggalkanku karena kondisi ekonomiku yang morat-marit paska pemecatan. Saat aku harus kehilangan semua harta benda yang aku miliki. Saat aku harus bekerja kasar di pusat penjualan ikan padahal sebelumnya aku bahkan sangat jarang sekedar membersihkan rumah.
Aku mengalami masa keterpurukan yang sangat dalam. Sangat sulit membiasakan hidup kasar seperti itu. Sangat sulit melupakan kejadian teramat buruk itu. Apakah aku ingin menyerah saat itu? Tentu saja, entah berapa kali aku menyerah kepada nasib. Kekecewaan ku pada diri sendiri terlalu besar hingga mengalahkan akal sehatku. Beberapa kali aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
Percobaan pertamaku adalah saat aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku di seutas tali tambang. Percobaan pertama gagal saat kayu plafond tempatku mengikatkan tali tambang roboh karena lapuk dan tidak dapat menahan bobot tubuhku.
Percobaan kedua adalah saat aku akan mengakhiri hidup dengan bantuan racun serangga. Aku mengumpulkan keberanian saat akan menenggak cairan mematikan itu. Ketika keberanian itu sudah cukup terkumpul, ketika cairan itu menyentuh lidahku, saat itu lah sistem tubuhku menolak dan memuntahkannya. Percobaan kedua gagal kembali.
Percobaan ketiga baru terjadi sekitar tiga minggu yang lalu. Aku mengambil jalan termudah, pisau mengiris urat nadi. Lama lagi aku mengumpulkan keberanian. Dini hari akhirnya keberanian atau mungkin lebih tepatnya kenekatan itu terkumpul. Pisau sudah menempel di nadi kiriku. Tiba-tiba adzan subuh berkumandang.
Seiring dengan kumandang adzan, flashback kehidupanku seakan terputar di depan mata. Setiap kejadian yang aku lihat seakan baru saja terjadi kemarin. Air mataku mengalir deras, tangisanku pecah seketika. Segera aku berlari ke kediaman seorang ustadz yang tidak jauh dari rumah petak kontrakanku. Beliau dengan sabar mendengarkan ceritaku, memberikan wejangan yang menentramkan jiwa, mengajakku mengambil air wudhu dan sholat subuh berjamaah. Tentram. Damai. Ringan.
Aku sadar, saat itu aku berkenalan dengan damai, dan yang pasti aku berkenalan dengan Tuhan. Perkenalan terindah yang pernah aku alami.

Malam Minggu  

Posted by doedoedoe in , ,


Apa sih spesialnya malem minggu? Bagi gw itu hanya salah satu malem di antara tujuh malem lainnya. Kenapa orang-orang banyak yang men-spesial-kan malem yang satu ini. Kalo cuma urusan besoknya libur, terus apa bedanya sama malem sabtu? Toh hari sabtu libur juga kan? Malem minggu hanya sebuah malam dimana jalanan Jakarta macetnya bukan main, apalagi daerah pusat kota. Seperti sekarang, gue duduk bosen di depan kemudi mobil gue. Jalanan Jakarta stuck.
Kalau gak kepaksa banget, gue gak bakalan deh keluar malem minggu ini. Tapi malem ini gue harus jemput Pakde dan Bude gue di Gambir. Jam di mobil gue nunjukin angka 18.21, jam yang pas banget buat kalian yang mau nikmatin kemacetan di kota Jakarta tercinta. Gue kadang bingung, ini orang-orang mau pada kemana ya?
Akhirnya sampai juga gue di Gambir. Haus, harus cari minum. Kasian kerongkongan gue udah kering daritadi.
"Mas, Pakde sama Bude masih di kereta. Ada perbaikan jalan keretanya tadi, makanya ini agak telat. Tunggu sebentar ya."
Begitulah SMS Pakde gue pas tadi lagi beli minum. Harus nunggu deh kalau gitu. Akhirnya gue mutusin buat duduk di samping mobil gue.
"Om, beli dong. Satu aja." Suara anak kecil ngagetin gue.
"Kamu jual apa?" Gue iseng nanya.
"Jual poster Om. Ada macem-macem nih. Kali-kalian, tambah-tambahan."
"Lah, buat apa saya beli kaya gitu? Saya udah apal."
"Buat anaknya Om. Biar pinter."
"Belum punya anak." Gue jawab simpel.
"Masa sih Om? Gak keliatan belum punya anak."
Eh, ini anak kurang ajar banget. Apa muka gue keliatan setua itu ya?
"Anak kecil kok masih keliaran jam segini. Gak dicariin?" Akhirnya gue coba ngalihin topik dari masalah umur.
"Gak ada yang nayriin kok Om. Udah pada tau juga kalau saya jualan disini."
"Kamu jualan buat nyari biaya sekolah?"
"Gak, buat makan. Gak perlu lah sekolah Om, dari jualan kaya gini aja saya udah pinter. Saya udah bisa kali-kalian. Belajar dari poster jualan." Senyumnya mengembang.
"Yakin? Sini, saya tes."
"Eits, tunggu dulu Om. Kalau mau ngetes saya, Om beli dulu nih. Goceng doang." Anak itu menyodorkan sebuah poster perkalian.
Gue tertawa sambil menyerahkan selembar uang pecahan lima ribu. Gue suka anak ini, dia pintar.
Gue mulai memberi soal perkalian sederhana pada anak itu. Dari semua pertanyaan yang gue kasih, anak itu lancar banget jawabnya. Gue makin salut, dia tidak sekolah tapi dia hapal perkalian.
"Udah deh Om, saya mau jalan lagi. Jualan saya masih banyak nih. Makasih ya Om." Anak tadi bersiap pergi.
"Sini, saya beli sepuluh biji lagi posternya." Gue ngeluarin uang pecahan lima puluh ribu rupiah.
"Buset, buat apa beli banyak-banyak Om? Si Om kasian sama saya ya?"
Sial ini bocah. Gue mau bantuin malah nanya kaya gitu.
"Gak usah deh Om. Saya uda seneng banget kok Om mau beli satu poster saya. Apalagi tadi OM uda bantuin saya ngapalin kali-kalian." Anak itu tersenyum, "Saya duluan Om." Dan dia ngeloyor pergi ninggalin gue.
Gue cuma bengong, anak ini terlalu pinter buat cuma jualan di statsiun kaya gini. Sayang sekali dia gak punya kesempetan buat sekolah. Gue yakin dia bisa jauh lebih pinter dari ini.
Gue yang gak suka sama malem minggu, justru nemuin hal yang luar biasa di malem minggu ini. Senyum lebar pun ngembang di muka gue.

Pertemuan  

Posted by doedoedoe in , ,


"Silahkan Bos, ini foto-fotonya. Malem ini mau dipijet sama siapa?" Seorang wanita menyodorkan sebuah album foto dengan genitnya kepada seorang pria tengah baya berkumis tebal.
"Saya mau sama si Dona ini." Seru pria tadi setelah membuka-buka album foto tersebut.
"Boleh aja Bos, mau ambil paket apa? Pijet aja? Atau pake lulur juga?" Tanya wanita genit tadi lagi.
"Paket apa aja, bebas yang penting sama si Dona." Suara tawa menggelegar mengikuti kata-kata pria tadi.
"Ah, si Bos bisa aja. Yuk, Bos aku anter ke room nya. Nanti biar Dona nyusul ke dalem."
Setelah sampai kamar yang ditunjukan dan ditinggalkan oleh wanita genit tadi, pria yang dipanggil Bos itu langsung melucuti pakaiannya hingga hanya menyisakan celana dalamnya. Dia berbaring di atas kasur tipis yang tersedia di tengah ruangan.
***
Aku masuk ke dalam sebuah ruangan bercahaya remang-remang. Di dalam terlihat seorang pria gendut berkumis tebal yang hanya mengenakan celana dalam putih berbaring mengobral perutnya yang menyerupai gentong. Wajahnya melukiskan nafsu birahi yang bergejolak saat melihatku masuk. Aku menutup dan mengunci pintu.
"Malem Om." Sapaku dengan senyum manis dan akting genit yang sengaja berlebihan.
***
Hari ini tempatku bekerja sedang sepi pelanggan, maklum tanggal tua. Sudah dua hari ini aku tidak dapat tamu. Aku sih senang saja, santai, tidak cape. Hari-hari seperti ini aku nikmati dengan bercengkrama dengan rekanku yang lain.
"Don, nanti malem anterin aku ke pasar yuk. Lipstik aku abis, sama sekalian mau beli maenan buat Fajar. Besok dia ulang taun yang ke-6." Mbak Dara mengajakku sambil menghembuskan asap rokok dari bibir merahnya.
"Ayo aja Mbak. Ya ampun, gak kerasa ya Mbak. Uda 6 taun aja dia. Pasti cakep banget deh sekarang." Aku menimpali dengan semangat.
"Iya, minggu kemaren aku dapet foto Fajar pake seragam SD dari pembantunya. Cakep banget Don, matanya makin mirip aku. Nih yah aku liatin."
Mbak Dara sibuk memngotak atik HP-nya dan segera menunjukan padaku foto anaknya yang dia ceritakan tadi. Tampan sekali anak Mbak Dara ini. Sayang sekali Mbak Dara tidak dapat menemui anaknya, sudah hampir 3 tahun ini dia dilarang bertemu anaknya oleh mantan suami dan keluarganya.
"Terus, cara ngasihin maenannya nanti gimana Mbak?" Aku bertanya hati-hati.
"Ya seperti biasa lah Don. Aku bakalan dateng ke rumahnya. Mau aku kasih sendiri ke Fajar." Jawab Mbak Dara santai.
"Terus diusir lagi? Tahun lalu aja Mbak hampir berurusan sama polisi. Kalau memang mau, mending dipaket aja Mbak." Saranku.
"Walaupun diusir atau harus sampe berurusan sama polisi, yang penting aku bisa liat Fajar langsung Don. Walaupun cuma sebentar, yang penting liat dia langsung." Suara Mbak Dara mulai bergetar.
Aku hanya bisa memegang tangan Mbak Dara dan tersenyum, di hadapanku kini ada seorang ibu yang berjuang demi bertemu anaknya. Aku kagum akan semangatnya.
"Sudahlah, kok malah sedih-sedihan. Sekarang kamu dong yang cerita, apa kek. Bosen nih bengong gini seharian gak ada tamu." Mbak Dara mengalihkan topik pembicaraan.
"Cerita apa? Aku gak ada cerita Mbak." Jawabku agak malas.
"Cerita apa aja gitu. Cerita pacar pertama kamu deh."
"Pacar pertama aku? Waduh, udah lama banget itu Mbak." Aku tertawa.
"Udah lama tapi bukan berarti udah lupa kan? Katanya yang namanya pacar pertama itu gak akan pernah bisa dilupain. Apalagi kalau pacar pertama itu orang yang ngasih ciuman pertama buat kita." Mbak Dara tertawa melengking khas.
"Apa sih Mbak?" Aku mendorong sedikit tubuhnya, mukaku panas, malu.
"Ayo dong, ceritain. Siapa laki-laki beruntung itu?" Mbak Dara gencar memaksaku.
Paksaan demi paksaan dihembuskan Mbak Dara. Sedikit demi sedikit aku kembali ke waktu itu. Saat aku masih mengenakan rok biru tua setiap pergi ke sekolah. Saat aku benci setiap bertemu matematika. Saat aku senang setiap kali bertemu dia.
Dia yang entah bagaimana dan mengapa selalu menjadi teman sekelasku saat formasi kelas selalu berubah setiap tahunnya. Dia yang selalu mencuri perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya. Dia yang selalu baik kepadaku. Dia yang menjadi pacar pertamaku saat kami duduk di kelas 3. Dan dia yang memberikan padaku ciuman pertamaku.
Benar seperti apa yang dikatakan oleh Mbak Dara. Pacar pertama dan sekaligus orang yang memberikan ciuman pertama tidak akan pernah bisa kita lupakan. Ingatan akan dirinya pasti akan aman tersimpan di salah satu ruang memori kita. Dimana dia berada sekarang ya?
Tiba-tiba sebuah keributan terjadi di ruangan depan tempatku bekerja. Terdengar teriakan Tante Agnes si pemilik usaha. Segerombolan pria berseragam masuk ke ruang tempat aku sedang mengobrol dengan Mbak Dara. Instingku memerintahkan untuk lekas lari, tapi terlambat. Aku dan Mbak Dara tertangkap, kami berontak tapi percuma. Tenaga kami bukan apa-apa dibanding tenaga pria berserangam itu.
Di sinilah aku, duduk berjajar dengan wanita-wanita lain di sebuah lorong kantor polisi. Ini kali keduanya aku duduk di tempat ini. Kapok? Tentu saja, dari saat pertama pun aku kapok. Tapi bagaimana lagi, aku butuh uang, aku tidak punya keahlian apapun selain apa yang kukerjakan saat ini.
***
"Kamu bertiga ayo masuk." Seorang polisi memerintahkan aku, Mbak Dara dan Santi untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Aku duduk di bangku sebelah kiri. Sebuah mesin tik duduk kaku di meja di hadapanku. Polisi yang akan mendata berdiri mebelakangiku menghadap jajaran lemari file. Dia berbalik dan terasa sebuah pisau ilusi menusuk jantungku. Berhenti sesaat, lalu berdetak sangat kencang.
Pandangan mata kami bertemu. Lama. Mata itu, masih sama. Ada kelembutan yang masih sangat aku ingat baik .Kelembutan yang aku lihat saat dia akan menciumku untuk pertama kalinya. Walaupun kini tertutup oleh keterkejutan dan kekecewaan yang sangat jelas.
Mata kami masih beradu, tidak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulut kami. Dia duduk di hadapanku. Matanya masih tetap memandangku, dalam, kecewa, sedih.
"Nama?" Suaranya bergetar.
"Do-na." Dan air mataku pun mengalir.

The Golden Boy  

Posted by doedoedoe in

Aku berlari sekuat tenaga menuruni bukit kecil itu tanpa menoleh ke belakang. Sebentar lagi langkah kaki ku akan tiba di kota. Tempat yang ramai, hanya itu yang aku dapat pikirkan sekarang. Mungkin di tempat ramai, mereka tidak akan terlalu berani menyerang. Sebuah cahaya berwarna biru muda melesat di sebelah kiriku dan menghantam tanah kosong di depannya, seketika itu ledakan terjadi, menghamburkan tanah keras ke segala arah. Aku melndungi mukaku dari serpihan tanah tanpa memperlambat gerakan kakiku.

Sial, ternyata mereka yang mengejarku semakin dekat. Derap langkah mereka semakin terdengar jelas. Jalan setapak di depanku sudah semakin terang, di balik bukit kecil inilah kota yang aku tuju menanti. Terang. Aku tiba di ujung bukit kecil ini, berupa turunan terjal yang berakhir pada sebuah jalanan kecil di bawahnya. Tanpa sedikitpun memperlambat langkahku aku terus berlari dan sampai di tepi terjal bukit itu. Dan dengan tolakan yang mantap, aku lompat membawa tubuhku melawan gravitasi sejenak, dan terjun bebas menuju aspal keras yang menantiku di bawah.

Saat tubuhku melayang, aku merasakannya. Aku merasakan sensasi itu dalam tubuhku. Sensasi yang baru aku kenal tidak lebih dari dua minggu lalu. Sensasi yang sangat menyenangkan dan memacu adrenalinku sampai batas level yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Sensasi yang aku rasakan itu perlahan menyeruak ke setiap pori pada tubuhku. Rasanya seperti ada cairan pekat yang keluar dari seluruh pori dan menyelimuti tubuhku. Rasanya luar biasa.

Perlahan setiap mili tubuhku terbungkus oleh membran yang memadat. Kini semua tertutup sempurna, tubuh baruku, tubuh emasku. Kakiku yang kini terbungkus lapisan emas solid mendarat mantap di atas jalan beraspal keras, meninggalkan jejak kakiku sedalam 2 cm. Aku menoleh ke belakang, terhilat beberapa orang berhenti di ujung bukit tersembunyi di balik bayangan gelap.

Sesaat setelah tubuhku kembali normal, aku melanjutkan lariku menuju tempat yang jauh lebih ramai. Ketika baru saja aku lari beberapa langkah, sebuah mobil sedan berwarna biru metalik berhenti di sebelahku. Aku yang malam ini sudah sangat kenyang dengan pengalaman hampir dibunuh, dengan refleks meningkatkan kewaspadaanku pada tingkat maksimal. Kulit emasku kembali muncul perlahan.

"Aku rasa kau tidak perlu melakukan itu." Aku tidak tahu darimana asal suara yang kudengar, aku hanya mendengarnya.

Jendela mobil tersebut terbuka, seorang wanita muda duduk di belakang setir. Memandang dalam ke mataku sambil tersenyum.

"Cepatlah naik, kau tidak aman di sini." Suara itu terdengar lagi, aku yakin itu adalah suara wanita yang berada di mobil. Tapi mulutnya sama sekali tidak bergerak.

"Percayalah padaku Sean. Aku mohon." Darimana dia tahu namaku? Tapi aku percaya padanya, entah bagaimana, aku tahu dia akan membawaku ke sebuah tempat yang aman.

Aku menurunkan perlindunganku, emas di kulitku kembali menghilang. Aku membuka pintu mobil lalu masuk. Sesaat setelahnya sebuh kilatan cahaya berwarna biru melesat menabrak aspal hanya beberapa meter dari hidung mobil. Wanita tadi langsung menancap pedal gas dan melarikan mobilnya dengan kecepatan yang tidak masuk akal. Aku melihat orang-orang yang mengejarku tadi semakin kecil dengan cepat dan menghilang.


"Kita selamat." Kali ini wanita tadi berbicara secara normal padaku, bibirnya bergerak dan suaranya benar keluar dari mulutnya. Dia hanya tersenyum memandang ekspresiku yang masih terkejut.

Beberapa jam sebelumnya.......

Alunan musik jazz mengalun indah dari dalam ballroom sebuah hotel berbintang lima. Sebuah acara amal tahunan untuk menggalang dana pemberantasan buta huruf dan kemiskinan diadakan di ballroom itu malam ini. Para tamu pria terlihat rapih dengan balutan setelan jas yang didominasi oleh warna gelap. Sedangkan para wanita tampak sangat anggun dengan balutan gaun mewah dengan berbagai warna.

Aku bersandar pada sebuah pilar pualam sambil memain-mainkan gelas berisi champagne berumur di tanganku.

"Mau berdansa?" Sebuah suara wanita mengejutkanku.

Ternyata Amber, sahabatku sejak kecillah pemilik suara tadi. Dia tampak sangat anggun dengan gaun berwarna biru broken white yang menempel di badan mungilnya.

"Maukah kau berdansa denganku?" Tanyanya lagi.
"Sebuah keberuntungan untukku Nona." Aku mebalas dengan nada formal yang dibuat-buat.

Kami berdua berjalan menuju lantai dansa sambil tertawa.

"Kita liat, berapa lama lagi lu bakalan kuat stay di pesta ini?" Amber memulai pembicaraan saat kita berdua mulai berdansa.
"Well, siapa tau mungkin kali ini gwa bakalan stay sampe acaranya selesai." Aku menjawab pertanyaan Amber sambil tersenyum.
"Gak mungkin J. Taruhan, paling 2 jam lagi lu bakal nyerah terus minta gwa buat nemenin lu makan burger di McD."
"Kita liat aja nanti, taruhannya apa? Gimana kalau yang kalah traktir burger McD malem ini?"

Kami berdua serentak tertawa bersama.

Cukup lama kami berdansa sampai sebuah suara tembakan mengejutkan semua yang ada di dalam ballroom itu. Sekelompok orang berseragam hitam dengan masker gas dan persenjataan lengkap berjalan memasuki ballroom. Masing-masing senjata yang mereka pegang ditunjukkan ke depan, ke arah para tamu.

"Kami mencari seseorang dan kami mohon kerjasama anda semua yang ada di sini." Salah satu dari kelompok berseragam itu berbicara. "Joshua Falcon."

Seketika itu pula badanku menjadi lemas. Mengapa sekelompok orang bersenjata mencariku? Apa yang mereka inginkan dariku? Ini pasti ada hubungannya dengan ketidak-normalanku. Pasti.

Amber menggenggam tanganku dengan erat dan melihat ke arahku dengan muka yang seakan bertanya 'Ada Apa Ini?'. Aku perlahan melepaskan genggaman tangan Amber dan memberi isyarat padanya untuk diam dan tetap tenang. Aku mundur perlahan, bergerak menjauh dari kerumunan dan hanya bisa berharap tidak ada satu orangpun yang mengenalku cukup bodoh untuk menyerahkan ku pada mereka.

"Sekali lagi kami minta dengan sangat kerjasama dari anda semua. Anda dapat pulang ke rumah masing-masing dengan selamat apabila anda menyerahkan Joshua Falcon." Suara orang itu tetap tenang.

Aku terus bergerak perlahan menuju pintu ke dapur, dan ketika masih beberapa meter jauhnya aku melihat salah satu dari orang berseragam tadi menjaga pintu tersebut, bahkan mereka menjaga semua pintu yang ada.

"Itu Joshua."

Sial seruku dalam hati. Aku menoleh untuk mencari sumber suara dan saat itulah aku melihat Amber sedang menunjuk ke arahku. Mengapa? Mengapa Amber melakukan ini? Aku menatap wajah Amber yang terlihat sangat panik dan ketakutan.

Orang-orang berseragam tadi berjalan ke arahku dengan senjata yang mengarah padaku. Titik-titik laser berwarna merah berkumpul di dadaku. Dengan gerakan tiba-tiba, aku berlari menjauh dari para tamu. Aku tidak bisa membiarkan mereka terluka. Suara berondongan tembahan mulai terdengar memekakan telinga. Para tamu menjerit histeris dan mulai berhamburan. Aku dapat merasakan setiap peluru yang bersentuhan dengan tubuhku, merobek pakaianku, tapi sama sekali tidak menggores tubuhku. Dorongan dari ratusan peluru itu mebuatku limbung dan terjatuh. Saat itulah suara tembakan berhenti.

Semua orang kembali terdiam, melihat sebuah tubuh yang terkapar setelah menerima berondongan peluru tajam. Tubuh berwarna emas.

Dengan gerakan yang mengejutkan, aku segera berdiri dan berlari ke arah pria berseragam hitam yang paling dekat berdiri denganku. Begitu sudah sangat dekat, aku meninjukan tangan emasku ke perutnya dengan sekuat tenaga. Orang tadi terpental ke belakang dan menabrak pilar pualam solid dengan sangat keras. Kini aku mengarah orang berseragam kedua. Aku tarik tangannya dan sekuat tenaga melemparkanya menabrak jendela yang langsung pecah.

Suara tembakan kembali bersautan, target mereka semua hanya satu. Aku. Tidak satupun peluru panas itu berhasil menembus pertahanan emasku. Orang berseragam ketiga baru saja terkapar setelah menerima pukulanku tepat di rahangnya, begitu juga orang kelima dan keenam.

Akupun berlari ke arah salah satu jendela besar yang menuju keluar, menabrak kacanya dan melompat ke dasar.