The Golden Boy  

Posted by doedoedoe in

Aku berlari sekuat tenaga menuruni bukit kecil itu tanpa menoleh ke belakang. Sebentar lagi langkah kaki ku akan tiba di kota. Tempat yang ramai, hanya itu yang aku dapat pikirkan sekarang. Mungkin di tempat ramai, mereka tidak akan terlalu berani menyerang. Sebuah cahaya berwarna biru muda melesat di sebelah kiriku dan menghantam tanah kosong di depannya, seketika itu ledakan terjadi, menghamburkan tanah keras ke segala arah. Aku melndungi mukaku dari serpihan tanah tanpa memperlambat gerakan kakiku.

Sial, ternyata mereka yang mengejarku semakin dekat. Derap langkah mereka semakin terdengar jelas. Jalan setapak di depanku sudah semakin terang, di balik bukit kecil inilah kota yang aku tuju menanti. Terang. Aku tiba di ujung bukit kecil ini, berupa turunan terjal yang berakhir pada sebuah jalanan kecil di bawahnya. Tanpa sedikitpun memperlambat langkahku aku terus berlari dan sampai di tepi terjal bukit itu. Dan dengan tolakan yang mantap, aku lompat membawa tubuhku melawan gravitasi sejenak, dan terjun bebas menuju aspal keras yang menantiku di bawah.

Saat tubuhku melayang, aku merasakannya. Aku merasakan sensasi itu dalam tubuhku. Sensasi yang baru aku kenal tidak lebih dari dua minggu lalu. Sensasi yang sangat menyenangkan dan memacu adrenalinku sampai batas level yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Sensasi yang aku rasakan itu perlahan menyeruak ke setiap pori pada tubuhku. Rasanya seperti ada cairan pekat yang keluar dari seluruh pori dan menyelimuti tubuhku. Rasanya luar biasa.

Perlahan setiap mili tubuhku terbungkus oleh membran yang memadat. Kini semua tertutup sempurna, tubuh baruku, tubuh emasku. Kakiku yang kini terbungkus lapisan emas solid mendarat mantap di atas jalan beraspal keras, meninggalkan jejak kakiku sedalam 2 cm. Aku menoleh ke belakang, terhilat beberapa orang berhenti di ujung bukit tersembunyi di balik bayangan gelap.

Sesaat setelah tubuhku kembali normal, aku melanjutkan lariku menuju tempat yang jauh lebih ramai. Ketika baru saja aku lari beberapa langkah, sebuah mobil sedan berwarna biru metalik berhenti di sebelahku. Aku yang malam ini sudah sangat kenyang dengan pengalaman hampir dibunuh, dengan refleks meningkatkan kewaspadaanku pada tingkat maksimal. Kulit emasku kembali muncul perlahan.

"Aku rasa kau tidak perlu melakukan itu." Aku tidak tahu darimana asal suara yang kudengar, aku hanya mendengarnya.

Jendela mobil tersebut terbuka, seorang wanita muda duduk di belakang setir. Memandang dalam ke mataku sambil tersenyum.

"Cepatlah naik, kau tidak aman di sini." Suara itu terdengar lagi, aku yakin itu adalah suara wanita yang berada di mobil. Tapi mulutnya sama sekali tidak bergerak.

"Percayalah padaku Sean. Aku mohon." Darimana dia tahu namaku? Tapi aku percaya padanya, entah bagaimana, aku tahu dia akan membawaku ke sebuah tempat yang aman.

Aku menurunkan perlindunganku, emas di kulitku kembali menghilang. Aku membuka pintu mobil lalu masuk. Sesaat setelahnya sebuh kilatan cahaya berwarna biru melesat menabrak aspal hanya beberapa meter dari hidung mobil. Wanita tadi langsung menancap pedal gas dan melarikan mobilnya dengan kecepatan yang tidak masuk akal. Aku melihat orang-orang yang mengejarku tadi semakin kecil dengan cepat dan menghilang.


"Kita selamat." Kali ini wanita tadi berbicara secara normal padaku, bibirnya bergerak dan suaranya benar keluar dari mulutnya. Dia hanya tersenyum memandang ekspresiku yang masih terkejut.

Beberapa jam sebelumnya.......

Alunan musik jazz mengalun indah dari dalam ballroom sebuah hotel berbintang lima. Sebuah acara amal tahunan untuk menggalang dana pemberantasan buta huruf dan kemiskinan diadakan di ballroom itu malam ini. Para tamu pria terlihat rapih dengan balutan setelan jas yang didominasi oleh warna gelap. Sedangkan para wanita tampak sangat anggun dengan balutan gaun mewah dengan berbagai warna.

Aku bersandar pada sebuah pilar pualam sambil memain-mainkan gelas berisi champagne berumur di tanganku.

"Mau berdansa?" Sebuah suara wanita mengejutkanku.

Ternyata Amber, sahabatku sejak kecillah pemilik suara tadi. Dia tampak sangat anggun dengan gaun berwarna biru broken white yang menempel di badan mungilnya.

"Maukah kau berdansa denganku?" Tanyanya lagi.
"Sebuah keberuntungan untukku Nona." Aku mebalas dengan nada formal yang dibuat-buat.

Kami berdua berjalan menuju lantai dansa sambil tertawa.

"Kita liat, berapa lama lagi lu bakalan kuat stay di pesta ini?" Amber memulai pembicaraan saat kita berdua mulai berdansa.
"Well, siapa tau mungkin kali ini gwa bakalan stay sampe acaranya selesai." Aku menjawab pertanyaan Amber sambil tersenyum.
"Gak mungkin J. Taruhan, paling 2 jam lagi lu bakal nyerah terus minta gwa buat nemenin lu makan burger di McD."
"Kita liat aja nanti, taruhannya apa? Gimana kalau yang kalah traktir burger McD malem ini?"

Kami berdua serentak tertawa bersama.

Cukup lama kami berdansa sampai sebuah suara tembakan mengejutkan semua yang ada di dalam ballroom itu. Sekelompok orang berseragam hitam dengan masker gas dan persenjataan lengkap berjalan memasuki ballroom. Masing-masing senjata yang mereka pegang ditunjukkan ke depan, ke arah para tamu.

"Kami mencari seseorang dan kami mohon kerjasama anda semua yang ada di sini." Salah satu dari kelompok berseragam itu berbicara. "Joshua Falcon."

Seketika itu pula badanku menjadi lemas. Mengapa sekelompok orang bersenjata mencariku? Apa yang mereka inginkan dariku? Ini pasti ada hubungannya dengan ketidak-normalanku. Pasti.

Amber menggenggam tanganku dengan erat dan melihat ke arahku dengan muka yang seakan bertanya 'Ada Apa Ini?'. Aku perlahan melepaskan genggaman tangan Amber dan memberi isyarat padanya untuk diam dan tetap tenang. Aku mundur perlahan, bergerak menjauh dari kerumunan dan hanya bisa berharap tidak ada satu orangpun yang mengenalku cukup bodoh untuk menyerahkan ku pada mereka.

"Sekali lagi kami minta dengan sangat kerjasama dari anda semua. Anda dapat pulang ke rumah masing-masing dengan selamat apabila anda menyerahkan Joshua Falcon." Suara orang itu tetap tenang.

Aku terus bergerak perlahan menuju pintu ke dapur, dan ketika masih beberapa meter jauhnya aku melihat salah satu dari orang berseragam tadi menjaga pintu tersebut, bahkan mereka menjaga semua pintu yang ada.

"Itu Joshua."

Sial seruku dalam hati. Aku menoleh untuk mencari sumber suara dan saat itulah aku melihat Amber sedang menunjuk ke arahku. Mengapa? Mengapa Amber melakukan ini? Aku menatap wajah Amber yang terlihat sangat panik dan ketakutan.

Orang-orang berseragam tadi berjalan ke arahku dengan senjata yang mengarah padaku. Titik-titik laser berwarna merah berkumpul di dadaku. Dengan gerakan tiba-tiba, aku berlari menjauh dari para tamu. Aku tidak bisa membiarkan mereka terluka. Suara berondongan tembahan mulai terdengar memekakan telinga. Para tamu menjerit histeris dan mulai berhamburan. Aku dapat merasakan setiap peluru yang bersentuhan dengan tubuhku, merobek pakaianku, tapi sama sekali tidak menggores tubuhku. Dorongan dari ratusan peluru itu mebuatku limbung dan terjatuh. Saat itulah suara tembakan berhenti.

Semua orang kembali terdiam, melihat sebuah tubuh yang terkapar setelah menerima berondongan peluru tajam. Tubuh berwarna emas.

Dengan gerakan yang mengejutkan, aku segera berdiri dan berlari ke arah pria berseragam hitam yang paling dekat berdiri denganku. Begitu sudah sangat dekat, aku meninjukan tangan emasku ke perutnya dengan sekuat tenaga. Orang tadi terpental ke belakang dan menabrak pilar pualam solid dengan sangat keras. Kini aku mengarah orang berseragam kedua. Aku tarik tangannya dan sekuat tenaga melemparkanya menabrak jendela yang langsung pecah.

Suara tembakan kembali bersautan, target mereka semua hanya satu. Aku. Tidak satupun peluru panas itu berhasil menembus pertahanan emasku. Orang berseragam ketiga baru saja terkapar setelah menerima pukulanku tepat di rahangnya, begitu juga orang kelima dan keenam.

Akupun berlari ke arah salah satu jendela besar yang menuju keluar, menabrak kacanya dan melompat ke dasar.