I'm Baacccckkk...  

Posted by doedoedoe

Setelah sekitar 9 bulan lamanya saya berkutat dengan kehidupan kota kecil, akhhirnya pengembaraan saya di Jakarta pun berlanjut. Pengembaraan kembali di Jakarta saya mulai dengan mencari kost. Sebelumnya saya tinggal bersama seorang kerabat di Jakarta. Tapi karena sesuatu dan lain hal, saya pun tidak bisa nebeng tinggal gratis lagi.

Setelah berkeliling-keliling selama berjam-jam, akhirnya saya pun dapat tempat kost di daerah Perdatam-Pancoran. Cukup lumayan dan nyaman lah + harga terjangkau (itu yang penting..heheheh).

Ini adalah kala pertama kali saya ngkos. Hari pertama memulai aktifitas di Jakarta diwarnai oleh sedikit tragedi. Saat akan mengurus tetek bengek kepindahan dari perusahaan yang lama sepatu yang saya pakai saat itu tiba-tiba jebol tanpa pemberitahuaan apapun sebelumnya. MALU..itu yang saya rasakan apalagi saat itu saya harus bertemu dengan mantan direktur saya.

Dengan berbekal ide yang brilian, saya pun men-staples sepatu saya agar tidak terlalu menganga, itupun masih harus super extra hati-hati saat berjalan. Padahal itu adalah salah satu sepatu favorit saya. Hari pertama kesimpulannya INDAH!!!

Hari kedua tidak kalah INDAH-nya. Setelah berdesakan sampai tidak dapat tempat duduk dalam bis jepang 46 pada pagi harinya, saat tiba di kantor baru untuk bertemu dengan HRD-nya saya masih harus dipaksa menunggu selama kurang lebih 3,5 jam. Setelah itupun saya kembali harus menunggu sekitar 1 jam lagi. Kesimpulan hari kedua CAPE!!!

Hari ketiga berjalan biasa saja. Hanya yang menyebalkan adalah saya tidak punya akses ke dunia maya di tempat baru saya bekerja. Kesimpulan untuk hari ketiga dan hari-hari berikutnya di kantor adalah WHAT!!!!

Jakarta benar-benar indah. Selamat satang kembali di hiruk pikuk kota besar..

Nyulik Anak Gadis Orang..  

Posted by doedoedoe

Tinggal di satu kota kecil seperti sekarang ini membawa saya ke banyak sekali pengalaman baru. Selain pengalaman baru dalam hal pekerjaan juga dalam hal lainnya. Seperti misalnya tradisi sosial yang ada di sistem masyarakat di kota kecil ini. Banyak yang cukup membuat saya keheranan.

Misalanya tentang tradisi pernikahan di sini. Kalau untuk masalah 'membeli' calon pengantin itu sudah tidak lagi membuat saya heran karena banyak juga terjadi di tempat lain walaupun saya tidak setuju dengan tradisi seperti itu. Tapi yang berbeda antara tradisi di Lampung dengan di tempat lain, adalah tradisi membawa lari anak gadis orang.

Biasanya keluarga dari pihak mempelai wanita mematok harga apabila anak gadisnya akan dilamar. Kecantikan, status sosial, dan pendidikan menjadi faktor penentu harga. Semakin cantik, semakin tinggi status sosialnya, dan semakin tinggi jenjang pendidikannya membuat 'harga'-nya semakin melambung tinggi. Dan pihak keluarga si gadis pun dengan sangat bangga bisa mengajukan harga tersebut, meninggalkan sang calon mempelai pria kebingungan mencari modal.

Hal ini terjadi pada seorang karyawan di kantor saya, sebut saja namanya Armando (berasa telenovela..). Karena suatu hal dia dipaksa untuk menikahi gadis idamannya (bukan gara-gara MBA kok). Nah, yang jadi permasalahnnya adalah keluarga sang gadis meng-'harga'-i anak gadis mereka dengan harga yang cukup tinggi. Dengan pendapatan Armando yang tidak besar, pusinglah dia.

Tapi ternyata menurut adat Lampung, ada jalan lain jika calon mempelai pria tidak sanggup untuk menggenapi permintaan keluarga sang gadis. Caranya adalah dengan membawa lari si gadis. What??!

Saya tidak mengerti asal muasal tradisi ini, tapi yang jelas tradisi ini memang ada. Bahkan si Armando ini berhasil menculik si gadis--kita sebut saja Marisol--dan kini Marisol tinggal di rumah Armando sampai mereka menikah nanti (beda kamar tentunya). Dan akibat tradisi ini juga, pihak keluarga si gadis tidak menuntut atau melaporkan pada pihak berwajib tentang penculikan anak gadis mereka. Tradisi yang unik.

Ternyata tidak berhenti di situ saja. Setelah acara penculikan berhasil pun kedua belah pihak keluarga masih harus bernegosiasi soal 'harga' lagi yang berbeda kini pihak calon mempelai pria lah lebih di atas angin. Bahkan ada tradisi yang mematok angka 24 sebagai kelipatan pembayaran. Jadi sang calon mempelai pria boleh membayar misalnya 2400, 240 ribu, 2juta 4ratus ribu, dan seterusnya asalkan mengandung angka 24 dalam jumlahnya.

Setiap tempat memang memberlakukan tradisi masing-masing. Suatu hukum adat yang tidak tertulis tapi jauh lebih mengikat daripada hukum suatu negara. Memang tali kekang tradisi kini sudah mulai melonggar akibat modernitas. Tapi untuk di daerah-daerah tertentu yang belum terjamah oleh modernitas, tradisi inilah yang menjadi tonggak hukum mereka.